Selasa, 02 Juli 2019

PERANAN GURU DALAM MENDAYAGUNAKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

PERANAN GURU DALAM MENDAYAGUNAKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Oleh: Drs. H. Moh. Holili, M.PdI
Kepala UPT SDN Mandaranrejo II
Kota Pasuruan'


Salah satu profil kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap guru, menurut Prof. Dr. T. Raka Joni, MSc (1984) adalah “menyelenggarakan program bimbingan dan konseling”. Kalau kita kaji lebih jauh profil seorang guru dalam hal pendayagunaan bimbingan dan konseling adalah mencakup tiga hal, yaitu: Pertama, membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar; antara lain mencakup masalah-masalah sebagai berikut: a). Mengkaji konsep-konsep dasar bimbingan untuk pendidikan dasar; b). Berlatih mengenal kesulitan belajar murid; dan c). Berlatih memberikan bimbingan kepada murid yang mengalami ksulitan belajar. Kedua, membimbing murid yang berkelainan dan berbakat khusus, antara lain mencakup: a). Mengkaji ciri-ciri anak berkelainan dan berbakat khusus; b). Berlatih mengenal anak berkelainan dan anak berbakat khusus; dan c). Berlatih menyelenggarakan kegiatan untuk anak berkelainan dan berbakat khusus. Ketiga, membina wawasan murid untuk menghargai berbagai pekerjaan yang ada di masyarakat; antara lain mencakup: a). Mengkaji berbagai pekerjaan di masyarakat; b). Menghayati peranan berbagai pekerjaan yang ada di masyarakat; dan c). Berlatih menyelenggarakan kegiatan untuk menimbulkan wawasan positip murid terhadap berbagai jenis pekerjaan dalam masyarakat.

PENTINGNYA BIMBINGAN DAN KONSELING

Berbicara persoalan sekitar pentingnya bimbingan dan konseling ada baiknya kalau kita kemukakan terlebih dahulu pengertiannya. Bimbingan, menurut Crow & Crow (1960) adalah: “bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang memadahi, kepada seseorang individu dari setiap usia untuk menolongnya mengembangkan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri dan memikul bebannya sendiri”.
Sedangkan konseling, menurut Rogers (1942) adalah: “serangkaian hubungan langsung dengan individu dengan tujuan memberikan bantuan kepadanya dalam mengubah sikap dan tingkah lakunya”.
Bertitik dari pendapat dua ahli pendidikan tersebut, dapat ditarik beberapa pengertian sebagai berikut:
Pertama, bimbingan dan konseling merupakan proses yang berkelanjutan, artinya kegiatan ini selalu diikuti secara terus menerus dan aktif sampai sejauh mana individu yang telah mendapatkan “bantuan” tersebut telah berhasil mencapai tujuan dan penyesuaian diri, baik bagi dirinya maupun dengan lingkunganya.
Kedua, bimbingan dan konseling merupakan proses membantu individu, artinya kegiatan ini merupakan proses yang bersifat kooperatif secara demokratis dari pihak pembimbing, yakni pembimbing hanyalah menolong mengarahkan individu yang disesuaikan dengan kemampuan atau potensinya secara optimal, baik potensi jasmani maupun rohaninya.
Ketiga, bantuan yang diberikan harus ditujukan kepada setiap individu yang memerlukannya di dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, tanpa memandang usia tertentu dan dalam segala tingkat pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT).
Keempat, bantuan yang diberikan tersebut diharapkan agar individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensinya masing-masing, sehingga menjadi pribadi yang mandiri.
Kelima, untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling hendaknya digunakan pendekatan pribadi dengan menggunakan berbagai teknik dan media yang sesuai. Atau dengan perkataan lain, pendekatan pribadi dalam arti perlunya memahami ciri-ciri pribadi yang bersifat unik dan individual sekali. Sedangkan media yang digunakan hendaknya berpedoman kepada “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” serta berdasarkan pada norma-norma yang berlaku.
Keenam, agar pelaksanaan bimbingan dan konseling mencapai hasil yang optimal diperlukan adanya personalia-personalia yang memiliki keahlian dan pengalaman serta kiat yang khusus dalam bidang bimbingan dan konseling dengan bantuan dan peran aktif seluruh staf sekolah termasuk guru bidang studi.
Dari beberapa pengertian di atas, jelaslah bahwa masalah bimbingan dan konseling sangat besar dampak positifnya dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu masalah bimbingan dan konseling ini perlu mendapatkan perhatian dan ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya. Artinya penerapannya tidak bersifat tambal sulam; melainkan harus direncanakan secara sungguh-sungguh yang dapat dipertanggung jawabakan. Atau dengan kata lain, masalah bimbingan dan konseling ini harus didayagunakan secara maksimal dalam arti sesuai dengan tujuan, fungsi, sasaran, prinsip-prinsip, dan asas-asas yang berlaku dalam bimbingan dan konseling itu sendiri.

PERANAN GURU

Pendayagunaan masalah bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan formal adalah sangat erat dan bahkan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tugas, tanggung jawab dan peranan guru. Hal ini karena guru mengemban missi ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ yaitu mengajar dan mendidik putra-putri bangsa melalui proses pembelajaran.
Oleh karena itu, agar guru dapat melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan peranannya dengan baik, maka ia “dituntut” harus senantiasa membekali diri dengan berbagai knowledge (pengetahuan), afektif (sikap) dan skill (keterampilan). Misalnya ia harus mengenal dan memahami segala aspeks pribadi anak didiknya, baik jasmani maupun psikhis; cara memotivasi; kesehatan mental; kemajuan dan kemunduran prestasi belajar anak didiknya; dan lain sebagainya.
Adapun peranan guru dalam pendayagunaan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1.      Pengambil inisiatip, pengarah, dan penilai kegiatan-kegiatan pendidikan. Artinya guru harus turut serta memikirkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang direncanakan dan nilainya.
  1. Wakil masyarakat. Artinya dalam lingkungan sekolah guru menjadi wakil masyarakat, yaitu prilaku guru harus mencerminkan suasana dan kemamuan masyarakat dalam arti yang baik.
  2. Orang ahli dalam mata pelajaran. Artinya guru harus bertanggung jawab dalam mewariskan kebudayaan kepada generasi muda.
  3. Penegak disiplin. Artinya guru harus berupaya semaksimal mungkin menjadi tauladan dalam penegakan disiplin.
  4. Pemimpin generasi muda. Artinya masa depan generasi muda terletak ditangan guru, maka guru harus berperan sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi bangsa dan negara.
  5. Penerjemah kepada masyarakat. Artinya guru harus berperan untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah-masalah pendidikan.
  6. Petugas sosial. Artinya seorang guru harus membantu kepentingan masyarakat. Hal ini karena guru ‘di mata masyarakat’ merupakan petugas sosial yang dapat dipercaya.
  7. Pelajar dan ilmuan. Artinya seorang guru senantiasa harus menuntut ilmu pengetahuan dengan berbagai cara, baik secara formal maupun secara otodidak. Hal ini guna mengimbangi perkembangan dunia di mana dewasa ini terasa semakin global. Disamping itu, ia harus lebih memperdalam tugas spesialisasinya, misalnya seorang guru bidang studi agama; maka ia harus menjadi dari dunia keagamaan. Demikian juga dengan guru bidang studi yang lain. Atau dengan kata lain, seorang guru harus semakin profesional dalam tugas sehari-harinya.
  8. Orang tua. Artinya bahwa tugas guru adalah mewakili orang tua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya. Hal ini karena sekolah merupakan lembaga pendidikan sesudah keluarga, sehingga keberadaan sekolah dalam arti luas pada hakekatnya merupakan keluarga di mana guru berperan sebagai orang tua dari pada anak didiknya.
  9. Pencari teladan. Artinya seorang guru harus senantiasa mencarikan teladan yang baik bagi para anak didiknya, dan bahkan bagi seluruh masayarakat. Hal ini karena guru merupakan salah satu ukuran bagi tegaknya norma-norma tingkah laku yang dianggap baik dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
  10. Pecari keamanan. Artinya seorang guru harus senantiasa harus menacirkan rasa aman bagi anak didiknya, termasuk bagi orang lain. Atau dengan perkataan lain, guru menjadi tempat berlindung bagi para subyek didiknya untuk memperoleh rasa aman dan puas di dalamnya.
  11. Ahli psikologi pendidikan. Artinya seorang guru dituntut agar senantiasa harus mengetahui, memahami, dan menerapkan prinsip-prinsipilu jiwa pendidikan; sehingga dengan demikian diharapkan dapat memberikan pelayanan secara tepat dalam upaya mengembangtumbuhkan subyek didiknya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya masing-masing.
  12. Seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relation). Artinya seorang guru dituntut harus mampu membuat hubungan antar manusia dalam mencapai tujuan tertentu, khusussnya masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pendidikan dengan menggunakan berbagai teknik yang munkin dapat dilakukannya.
  13. Catalystic agent. Artinya seorang guru hendaknya berupaya semaksimal mungkin dapat menimbulkan pengaruh positip dalam melakukan pembaharuan pendidikan. Hal ini, karena keberadaan profesi guru dewasa ini sudah beralih fungsi dari agen pengetahuan menjadi agen inovator (pembaharua
  14. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker). Artinya seorang guru disamping melaksanakan tugas pokoknya yakni mengajar dan mendidik, ia juga harus bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan mental subyek didiknya dengan cara melakukan identifikasi dan diagnose sedini mungkin; sehingga dengan demikian dapat ‘bertindak’ secara tepat dalam menanggulangi gangguan gejala mental para subyek didiknya.
Demikian tulisan yang berkaitan dengan peranan guru dalam mendayagunakan bimbingan dan koseling ini. Semoga ada guna dan manfaatnya sebagai salah satu referensi bagi sesama rekan guru di mana saja ia bertugas. Selamat bertugas.
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
Dafatar Kepustakaan
1.      T. Raka Joni, Pendekatan Kemampuan Guru Dalam Pendidikan Pra-jabatan Tenaga Kependidikan – kasus pendidikan guru, Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta, 1984
2.      Prof. Dr. H.M. Arifin, M.Ed dan Ety Kartikawati, Bimbingan dan Koseling, Dirjen Bimbaga Islam Departemen Agama RI – Jakarta, 1994
3.      Drs. Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Penerbit: Remaja Rosdakarya – Bandung, 1996
4.      Prof. Dr. H. Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

0 komentar:

Posting Komentar

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Like us on Facebook

Total Tayangan Halaman

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Copyright © UPT SDN MANDARANREJO II KOTA PASURUAN | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com